Post Top Ad

Selasa, 11 September 2018

s-e-n-j-a di tahun 2013


aku heran, kenapa semua orang menulis tentang senja?

Sampai suatu hari aku paham, memang sepertinya senja punya kekuatan kurang ajar untuk meromantisasi suatu fenomena yang sebenernya biasa biasa aja. Tapi yaudahlah ya akan ku tulis satu ceritaku berlatar  senja.
.
.
.
di sebuah lahan berselimut rumput yang aku hafal betul baunya, aku melihat seorang remaja laki-laki yang aku kenal betul senyumnya. Dia duduk diatas motor memandangku sambil tertawa ---- sedangkan aku berjalan tertatih serta sempoyongan membawa ransel besar dan super berat tentunya. Kami berdua naik motor honda, merah warnanya, dua rodanya, motornya dia. Keliling di hutan buperta, pukul lima. Sepanjang jalan kita cerita-cerita,  sambil liat pohon kiri kanan dan menikmati terpaan cahaya. Entah kenapa, dari kaca spion senyumnya terlihat jadi semakin menawan. Sialan. Ditambah pantulan cahaya  matahari di sore hari, ya Tuhan rasanya aku ingin lari. Dia bicara tanpa henti. Tentang sekolah barunya, kegiatan barunya, dan segala-galanya yang baru. Hanya satu yang tidak disebut --- pacar barunya. Wakakakkak. di sore itu tiba-tiba aku jadi pendiam, seperti orang yang perutnya keram. Tapi memang kupu-kupu di perut ini tidak bisa bohong, otakku jadi kosong. Senja sore itu memang indah, dengan warna oranye lembut bercampur ungu, serta merah. Betapapun aku ingin lari, namun diam2 dalam hati aku berharap agar sepersekian detik saja waktu terhenti. Untuk menyimpan rona senja sore itu, dan senyumnya yang secara ajaib menjadi lebih memabukkan. .
.
.
.
.
dan disaat aku menulis cerita ini, aku jadi berspekulasi; mungkin memang senja itu mengandung magis, atau hanya kitanya aja yang terlalu melankolis


01.42 / by / 0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar