Pernah,
saat dimana aku merasa bahwa hidup ku adalah yang terburuk. Merasa segalanya
tak berjalan baik untukku, seperti semesta tak pernah berpihak padaku. Pernah,
saat dimana aku mendapatkan apa yang tidak sesuai dengan inginku, memaksakan
diri untuk menyukai apa yang tidak kusukai. Pernah, saat dimana aku membenci
setiap hal dalam hidupku, bahkan aku disalahkan untuk sesuatu yang akupun tak
mau itu terjadi. Berkali menyumpahi diri untuk cepat mati. Pernah, saat dimana
aku harus rela melepaskan sesuatu yang penting, mimpi yang besar, untuk
kebahagiaan mereka yang bahkan tak mau tahu sakitnya aku. Pernah, saat dimana
aku mencela setiap hal yang ada pada diriku, pada akhirnya aku terlalu sibuk
membenci diriku sendiri, pada akhirnya aku tak punya kesempatan untuk menjadi
sosok yang pantas untuk dicintai. Aku kehilangan segalanya. Namun hidup harus
tetap berjalan, dan aku harus jadi professional dalam kedudukanku. Pada
akhirnya, aku suka bersandiwara. Aku suka menyembunyikan segalanya dalam
hatiku, menyimpannya sendiri, walau rasanya sesak seperti tercekik, walau aku
tahu ini hanya akan menjadi bom waktu. Tak ada seorangpun yang bisa kuandalkan.
Tak ada orang yang akan mengerti, tak ada orang yang benar-benar peduli, karena
mereka hanya ingin tahu, karena merekapun sibuk dengan dunianya sendiri. Pernah
ada seseorang yang mengatakan padaku “seberat apapun harimu, tak akan ada orang
yang mengerti, jadi just keep it for your self, and be strong by the time.”
Kata- kata itu, entah kenapa sangat menyentuh hatiku. Sejak itu, aku mencoba
untuk tidak banyak mengeluh, aku banyak tertawa, bahkan sekarang, aku terbiasa
untuk menertawakan segala hal. Dan aku menikmatinya. Akhirnya, kusadari bahwa
yang abu, hanyalah tawaku. Sampai aku sulit untuk membedakan lagi, mana tawa
bahagia, mana tawa yang dusta.
03.23
/
by
ac
/
0
Comments
Tidak ada komentar:
Posting Komentar