Post Top Ad

Kamis, 06 Desember 2018

Dibawah Jembatan Layang Cileungsi

Dulu, waktu aku masih tinggal di Cileungsi sekitar kelas 1 SMP, aku sering banget pulang malem karena waktu tempuh antara sekolah dan rumah itu bisa satu jam dengan naik angkot dua kali (btw sekolah ku di daerah Pasar Rebo) jauh bgt kannnn….. Itu aja masih beruntung karena tahun 2011 waktu itu, kita masih bisa nempuh jalanan dari Jambore ke Cileungsi Cuma 30 menit aja. Kalo sekarang sih, jangan ditanya……………………

Ada banyak banget hal-hal menarik yang aku temuin dibawah jembatan layang Cileungsi (orang sering nyebut dengan prapatan Cileungsi) kalo lagi nungguin mbak Atun jemput aku. Malam-malam yang ramai, banyak orang lalu lalang.. ada yang beli somay, ada yang liat-liat majalah, ada bapak ojek yang lagi bercanda sama temennya, ada bapak tukang becak yang lagi bengong aja sambil sesekali nawarin orang lewat buat pake jasanya, dan ada juga yang lagi nungguin orang—kayak aku. Disela-sela waktu itu, kadang aku duduk deket tukang somay, tapi seringnya sih deket tukang ojek dan tukang becak, soalnya mereka lucu gitu, dan suka ngajak ngobrol juga. Unyil—panggilan mereka buat aku, kalo aku habis turun dari angkot.

Ngeliat aktivitas mereka hampir setiap hari selama satu setengah tahun ngasih banyak perasaan dihatiku. Kadang aku liat raut-raut semangat, penuh harap, tatapan penuh syukur, senyum hangat, sampai gelak tawa yang menggema. Kadang aku bisa liat raut wajah yang gelisah, dan juga pasrah. Aku gak bisa tau apa yang lagi bapak-bapak itu pikirkan, mungkin aja anaknya yang lagi demam, atau istirinya yang lagi muram, atau harga sembako yang melonjak tajam. Aku gak tau. Oiya, gak Cuma bapak-bapak itu aja, kadang aku duduk di deket ibu-ibu penjual es juga. Dengerin dia cerita aja, tentang anaknya, keluarganya, dan juga cita-citanya. Mimpinya sederhana, ingin anaknya tidak hidup sengsara. Makanya dia rela untuk jualan sampai pagi buta, asal anaknya bisa lulus kuliah dan jadi sarjana.

Bayak banget warna-warna cerita yang bisa aku temuin dibawah jembatan layang ini. tempat yang gak keliatan kalo dari atas, kolong jembatan yang ngasih tempat teduh kalo terik panas Cileungsi sedang menyengat, yang jadi payung untuk orang neduh kalo lagi hujan, dan tempat untuk bapak-bapak, ibu-ibu, om-om, mbak-mbak, bahkan adik-adik menyambung asa. Beruntung banget aku bisa jadi bagian dari cerita mereka, seenggaknya aku pernah menyaksikan hal ini dalam hidupku, dan mengenal mereka. setelah 7 tahun berlalu, aku baru sadar malam ini, ternyata kenangan ini sangat berharga.


Terus aku jadi mikir aja, untuk orang-orang yang mungkin pernah bercanda ngatain temennya atau siapapun dengan menganalogikan dengan suatu profesi, misalnya “kayak tukang becak lo,” dan semacamnya, dan sebagainya, tolong……. jangan lagi. Kamu gak tau se-bersyukur apa mereka bisa menjalani profesinya, kamu gak tau, seberapa besar harapan yang mereka emban dengan pekerjaannya. Jangan singkirkan kebahagiaan mereka dengan kata-kata itu. jangan buat mereka lalu bekerja setiap harinya dengan hati yang sedih dan pertanyaan “sehina inikah pekerjaanku?” tolong, jangan. Sungguh mereka juga berharga, setidaknya untuk orang-orang yang menantikan kepulangannya dirumah. Mereka berharga, lebih dari apapun. 
08.24 / by / 0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar