Dulu, waktu aku masih tinggal di Cileungsi sekitar kelas
1 SMP, aku sering banget pulang malem karena waktu tempuh antara sekolah dan
rumah itu bisa satu jam dengan naik angkot dua kali (btw sekolah ku di daerah Pasar Rebo) jauh bgt kannnn….. Itu aja masih beruntung karena tahun 2011 waktu
itu, kita masih bisa nempuh jalanan dari Jambore ke Cileungsi Cuma 30 menit aja.
Kalo sekarang sih, jangan ditanya……………………
Ada banyak banget hal-hal menarik yang aku temuin
dibawah jembatan layang Cileungsi (orang sering nyebut dengan prapatan Cileungsi)
kalo lagi nungguin mbak Atun jemput aku. Malam-malam yang ramai, banyak orang
lalu lalang.. ada yang beli somay, ada yang liat-liat majalah, ada bapak ojek
yang lagi bercanda sama temennya, ada bapak tukang becak yang lagi bengong aja
sambil sesekali nawarin orang lewat buat pake jasanya, dan ada juga yang lagi
nungguin orang—kayak aku. Disela-sela waktu itu, kadang aku duduk deket tukang
somay, tapi seringnya sih deket tukang ojek dan tukang becak, soalnya mereka
lucu gitu, dan suka ngajak ngobrol juga. Unyil—panggilan mereka buat aku, kalo
aku habis turun dari angkot.
Ngeliat aktivitas mereka hampir setiap hari selama
satu setengah tahun ngasih banyak perasaan dihatiku. Kadang aku liat raut-raut
semangat, penuh harap, tatapan penuh syukur, senyum hangat, sampai gelak tawa
yang menggema. Kadang aku bisa liat raut wajah yang gelisah, dan juga pasrah. Aku
gak bisa tau apa yang lagi bapak-bapak itu pikirkan, mungkin aja anaknya yang
lagi demam, atau istirinya yang lagi muram, atau harga sembako yang melonjak
tajam. Aku gak tau. Oiya, gak Cuma bapak-bapak itu aja, kadang aku duduk di
deket ibu-ibu penjual es juga. Dengerin dia cerita aja, tentang anaknya,
keluarganya, dan juga cita-citanya. Mimpinya sederhana, ingin anaknya tidak
hidup sengsara. Makanya dia rela untuk jualan sampai pagi buta, asal anaknya
bisa lulus kuliah dan jadi sarjana.
Bayak banget warna-warna cerita yang bisa aku temuin
dibawah jembatan layang ini. tempat yang gak keliatan kalo dari atas, kolong
jembatan yang ngasih tempat teduh kalo terik panas Cileungsi sedang menyengat, yang
jadi payung untuk orang neduh kalo lagi hujan, dan tempat untuk bapak-bapak,
ibu-ibu, om-om, mbak-mbak, bahkan adik-adik menyambung asa. Beruntung banget
aku bisa jadi bagian dari cerita mereka, seenggaknya aku pernah menyaksikan hal
ini dalam hidupku, dan mengenal mereka. setelah 7 tahun berlalu, aku baru sadar
malam ini, ternyata kenangan ini sangat berharga.
Terus aku jadi mikir aja, untuk orang-orang yang
mungkin pernah bercanda ngatain temennya atau siapapun dengan menganalogikan
dengan suatu profesi, misalnya “kayak tukang becak lo,” dan semacamnya, dan
sebagainya, tolong……. jangan lagi. Kamu gak tau se-bersyukur apa mereka bisa
menjalani profesinya, kamu gak tau, seberapa besar harapan yang mereka emban dengan pekerjaannya. Jangan singkirkan kebahagiaan mereka dengan kata-kata itu.
jangan buat mereka lalu bekerja setiap harinya dengan hati yang sedih dan pertanyaan
“sehina inikah pekerjaanku?” tolong, jangan. Sungguh mereka juga berharga, setidaknya
untuk orang-orang yang menantikan kepulangannya dirumah. Mereka berharga, lebih
dari apapun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar